Situs itu secara efektif akan membayar pengguna yang berkontribusi di dalamnya. Situs ini memungkinkan individu mengirim foto, tautan, video dan teks dalam dua ribu karakter ‘lonceng’ yang akan memberi pengguna 50% pendapatan dari menjual iklan di laman profil pengguna.
Individu atau merek yang menjual bisa menyimpan semua hasilnya dari iklan. “Akhirnya, minat pencipta konten diselaraskan dengan kepentingan penerbit karena mereka akan mendapat sesuatu atas kerja kerasnya,” kata Gross.
Sebagian besar situs jejaring sosial baru mencoba memikat pengguna menjauhi pesaingnya dengan janji tunjangan yang lebih baik dan fitur lebih maju. Namun Chime.in menggunakan uang tunai untuk memastikan ‘orang punya saham saat menginvestasikan waktunya pada situs ini’.
Insentif fiskal ini berupaya mengatasi masalah yang melekat di tiap sosial media baru, yakni cara menarik pengguna. “Kami mengandalkan upaya jutaan orang untuk mendorong trafik kami,” katanya memaparkan strategi pertumbuhan usaha barunya.
“Kita akan memiliki komunitas yang besar yang dikuratori orang-orang kuat dan mereka akan mengarahkan trafik pada kami dan kami tak perlu mendorong trafik kami sendiri karena orang akan menyadari ada nilai ekonomi disini,” lanjutnya.
Hal serupa bisa ditemui pada YouTube yang ingin meningkatkan kualitas videonya. Situs berbagi video itu menerapkan strategi pembagian pendapatan serupa pada pengguna yang mengunggah konten populer. Meski strategi semacam ini seperti berjudi, Gross yakin uang akan meningkatkan kualitas konten Chime.in.
“Bila uang terlibat, Anda akan mendapat tingkat keseriusan yang tak muncul saat tak melibatkan uang,” katanya. Chime.in juga menawarkan solusi bagi mereka yang belum mengetahui cara memanfaatkan ‘likes’ Facebook atau pengikut Twitter untuk meningkatkan mereknya.
Sejauh ini, Disney, E! Entertainment, Universal Pictures dan Bravo TV telah mendaftar Chime.in untuk membuat laman bermerek mereka sendiri yang akhirnya bisa digunakan menghasilkan keuntungan.
“Selebriti, studio film, acara TV dan perusahaan penerbitan akan membuat laman di sini karena tak seperti laman Facebook, mereka bisa mencapai monetisasi berdekatan dengan konten itu sendiri, tak hanya melalui tautan dan tak semua orang mengikuti tautan yang diunggah di Facebook,” papar Gross.
Gross mengklaim, Chime.in akan berkembang lebih lanjut sebagai situs media sosial yang sudah ada dengan menawarkan desain tanpa ‘gangguan’ dan hanya menunjuk konten relevan.
Situs ini membuat pengguna bisa menandai ‘lonceng’ mereka hingga lima ‘minat’ seperti ‘Apple’ atau ‘arsitektur’ serta membuat orang bisa berlangganan update mengenai topik tertentu berdasarkan aliran ‘lonceng’ tag penulis yang ditambahkan pada tulisan mereka.
Seperti pada Twitter, pengguna saling berlangganan feed satu sama lain meski Chime.in juga menawarkan kendali tambahan atas apa yang muncul dalam ‘garis lonceng’ mereka.
Individu bisa memilih menerima update hanya berkaitan topik tertentu sehingga orang tak akan mendapat hal yang tak diinginkan. “Platform ini bukan hanya mengenai berita mendesak dan berhubungan dengan teman dan kerabat. Situs ini lebih menyelam ke dalam minat Anda,” kata Gross.
“Orang mulai menjauh dari pencarian web untuk bisa terhubung dengan orang lain dan mereka akan memberitahu saya apa yang perlu saya tahu,” lanjutnya. Ide ini memang sangat menarik namun eksekusi yang setidaknya pada versi beta situs ini masih butuh banyak perbaikan.
Chime.in mengklaim, algoritmanya akan ‘membawa konten berkualitas muncul’ dan memprioritaskan ‘lonceng’ terbaik meski mudah membayangkan penipu menemukan cara mempromosikan postingan berkualitas rendah, terutama dengan uang yang dipertaruhkan.
Aspek paling menarik mungkin bukan pada Chime.in melainkan situs seperti Facebook dan Twitter. Saat pengguna mendapat angin penawaran, akankah mereka tetap menggunakan situs jejaring sosial yang tak membagi ‘hasil curiannya’? Pertanyaan terbesar yang muncul setelah keberadaan Chime.in adalah, mengapa Facebook tak membayar saya? [mdr]
0 komentar:
Posting Komentar